Pengertian Pemilih Serta Syarat Dan Tipe-Tipenya

Pengertian Pemilih Serta Syarat dan Tipe-Tipenya. Pemilu tidak lengkap apabila tidak ada pemilih. Nah apa yang dimaksud dengan pemilih. Berikut yaitu klarifikasi tentang seputar pengertian pemilih, syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pemilih serta Tipe-tipe Pemilih.

Definisi Pemilih

Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden, pemilih diartikan sebagai Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan bunyi sudah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih.

Menurut Firman zah (2007:102) pemilih diartikan sebagai tiruana pihak yang menjadi tujuan utama para kontestan untuk mereka pengaruhi dan yakinkan biar mendukung dan kemudian mempersembahkan suaranya kepada kontestan yang bersangkutan. Pemilih dalam hal ini sanggup berupa konstituen maupun masyarakat pada umumnya.

Namun, berdasarkan Joko J. Prihatmoko (2005:46). pemilih yang ialah potongan dari masyarakat luas bisa saja tidak menjadi konstituen partai politik tertentu. Masyarakat terdiri dari bermacam-macam kelompok.

Syarat-Syarat Pemilih

Setiap masyarakat negara harus memenuhi syarat-syarat yang harus dipenuhi biar sanggup memakai hak pilihnya. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi tersebut yaitu sebagai diberikut:

1. WNI yang berusia 17 tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin.
2. Tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya
3. Terdaftar sebagai pemilih.
4. Bukan anggota TNI/Polri aktif
5. Tidak sedang dicabut hak pilihnya
6. Terdaftar di DPT.
7. Khusus untuk Pemilukada calon pemilih harus berdomisili sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan didaerah yang bersangkutan.

Tipe-tipe Pemilih

1. Pemilih Rasional Pemilih mempunyai orientasi tinggi pada “policy problem solving” dan berorientasi rendah untuk faktor ideologi. Pemilih dalam hal ini lebih mengutamakan kemampuan partai politik atu kontestan dalam progrma kerjanya. Pemilih jenis ini mempunyai ciri khas yang tidak begitu mementingkan ikatan ideologi kepada suatu partai politik atau seorang kontestan. Faktor ibarat paham, asal usul, nilai tradisional, budaya, agama, dan psikografis memang dipertimbangkan juga, tetapi bukan hal yang signifikan. Hal yang terpenting bagi jenis pemilih ini yaitu apa yang bisa (dan yang sudah) dilakukan oleh sebuah partai atau seorang kontestan, daripada paham dan nilai partai atau kontestan. Pemilih jenis ini mulai banyak terdapat di Indonesia, terutama semenjak lengsernya Soeharto dari pemerintahannya akhir reformasi.
2. Pemilih Kritis Pemilih jenis ini ialah perpaduan antara tingginya orientasi pada kemampuan partai politik atau seorang kontestan dalam merampungkan permasalahan bangsa maupun tingginya orientasi mereka akan hal-hal yang bersifat ideologis. Pentingnya ikatan ideologis membuat loyalitas pemilih terhadap sebuah partai politik atau seorang kontestan cukup tinggi dan tidak segampang “rational voter ́” untuk berpaling ke partai lain.
3. Pemilih Tradisional Pemilih dalam jenis ini mempunyai ideologi yang sangat tinggi dan tidak terlalu melihat kebijakan partai politik atau seorang kontestan sebagai sesuatu yang penting dalam pengambilan keputusan. Pemilih tradisional sangat mengutamakan kedekatan sosial-budaya, nilai asal usul, paham, dan agama sebagai ukuran untuk menentukan sebuah partai politik. Biasanya pemilih jenis ini lebih mengutamakan figure dan kepribadian pemimpin, mitos dan nilai historis sebuah partai politik atau seorang kontestan. Salah satu karakteristik fundamental jenis pemilih ini yaitu tingkat pendidikan yang rendah dan konservatif dalam memegang nilai serta paham yang dianut. Pemilih tradisional yaitu jenis pemilih yang bisa dimobilisasi selama periode kampanye. Loyalitas tinggi ialah salah satu ciri khas yang paling kelihatan bagi pemilih jenis ini.
4. Pemilih Skeptis. Pemilih skeptis yaitu pemilih yang tidak mempunyai orientasi ideologi cukup tinggi dengan sebuah partai politik atau seorang kontestan, juga sebagai sesuatu yang penting.Keinginan untuk terlibat dalam sebuah partai politik jenis ini sangat kurang sebab ikatan ideologis mereka memang rendah sekali. Mereka juga kurang memedulikan jadwal kerja atau’platform’ dan kebijakan sebuah partai politik.