Tanggung jawaban berdasarkan engkaus besar Bahasa Indonesia W. J. S. Poerwadarminta yakni “keadaan wajib menanggung segala sesuatunya” artinya bila ada sesuatu hal, boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya. Tanggung jawaban ini pula mempunyai arti yang lebih jauh bila menggunakan imbuhan, misalnya ber-, bertanggung jawaban dalam engkaus tersebut diartikan dengan “suatu sikap seseorang yang secara sadar dan berani mau mengakui apa yang dilakukan, kemudian ia berani memikul segala resikonya”.
DalamPengertian tanggung jawaban memang seringkali terasa susah untuk menerangkannya dengan tepat. Adakalanya tanggung jawaban dikaitkan dengan keharusan untuk berbuat sesuatu, atau kadang-kadang dihubungkan dengan kesedihan untuk mendapatkan konsekuensi dari suatu perbuatan. Banyaknya bentuk tanggung jawaban ini menimbulkan terasa susah merumuskannya dalam bentuk kata-kata yang sederhana dan simpel dimengerti. Tetapi kalau kita amati lebih jauh, pengertian tanggung jawaban selalu berkisar pada kesadaran untuk melakukan, kesediaan untuk melakukan, dan kemampuan untuk melakukan.
Dalam kebudayaan kita, umumnya "tanggung jawaban" diartikan sebagai keharusan untuk "menanggung" dan "menjawaban" dalam pengertian lain yaitu suatu keharusan untuk menanggung jawaban yang ditimbulkan oleh sikap seseorang dalam rangka menjawaban suatu persoalan.
Pada umumnya banyak keluarga berharap sanggup mengajarkan tanggung jawaban dengan mempersembahkan tugas-tugas kecil kepada anak dalam kehidupan sehari-hari. Dan sebagai orangtua tentunya kita pun berkeinginan untuk menanamkan rasa tanggung jawaban pada anak.
Tuntutan yang teguh bahwa anak harus setia melaksanakan tugas-tugas kecil itu, memang mengakibatkan ketaatan. Namun demikian bersamaan dengan itu bisa juga timbul suatu efek yang tidak kita inginkan bagi pembentukan tabiat anak, alasannya yakni intinya rasa tanggung jawaban bukanlah hal yang sanggup diletakkan pada seseorang dari luar, rasa tanggung jawaban tumbuh dari dalam, mendapatkan pengarahan dan pemupukan dari sistem nilai yang kita dapati dalam lingkungan keluarga dan masyarakat. Rasa tanggung jawaban yang tidak bertumpuk pada nilai-nilai positif, adakalanya sanggup bermetamorfosis sesuatu yang asosial.
Ada beberapa cara yang sanggup diterapkan untuk mendidik anak semenjak usia dini biar menjadi anak yang bertanggung jawaban, sebagaimana Charles Schaeffer, Ph.D. mengutip apa yang pernah dikemukakan oleh Dr. Carlotta De Lerma, ihwal prinsip-prinsip penting yang harus dilakukan untuk memmenolong anak bertanggung jawaban.
1. Memdiberi teladan yang baik.
Dalam mengajarkan tanggung jawaban kepada anak, akan lebih berhasil dengan mempersembahkan suatu teladan yang baik. Teknik ini mengajarkan kepada anak bukan saja apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara melakukannya, akan tetapi juga bagaimana orangtua melaksanakan kiprah semacam itu.
2. Tetap dalam pendirian dan teguh dalam prinsip.
Dalam hal melaksanakan pekerjaan, orangtua harus melihat apakah anak melakukannya dengan segenap hati dan tekun. Sangat penting bagi orangtua untuk mempersembahkan suatu perhatian pada kiprah yang tengah dilakukan oleh si anak. Janganlah sekali-kali kita menyampaikan secara pribadi ihwal kesalahan-kesalahan anak, tetapi nyatakanlah bagaimana cara memperbaiki kesalahan tersebut. melaluiataubersamaini demikian orantua tetap dalam pendirian, dan teguh dalam prinsip untuk menanamkan rasa tanggung jawaban kepada anaknya.
3. Memdiberi ajuan atau perintah hendaknya terang dan terperinci.
Orangtua dalam memdiberi perintah ataupun anjuran, hendaklah diucapkan atau disampaikan dengan cukup terang dan terperinci biar anak mengerti dalam melaksanakan kiprah yang dibebankan kepadanya.
4. Memdiberi ganjaran atas kesalahan.
Orangtua hendaknya tetap memdiberi perhatian kepada setiap pekerjaan anak yang sudah dilakukannya sesuai dengan kemampuannya. Tidak patut mencela pekerjaan anak yang tidak diselesaikannya. Kalau ternyata anak belum sanggup menuntaskan pekerjaannya ketika itu, anjurkanlah untuk sanggup melaksanakan atau melanjutkannya besok hari. melaluiataubersamaini mempersembahkan suatu kebanggaan atau penghargaan, akan membuat anak tetap berkeinginan menuntaskan pekerjaan itu. Seringkali orangtua bahagia menjatuhkan suatu eksekusi kepada anak yang tidak berhasil menuntaskan tugasnya. Andaikan memungkinkan lebih baik mempersembahkan ganjaran atas kesalahan dan tidak semata-mata mempermasalahkannya.
5. Jangan terlalu banyak menuntut.
Orangtua selayaknya tidak patut terlalu banyak menuntut dari anak, sehingga dengan otoriter memdiberi tanggung jawaban yang tidak sesuai dengan kemampuannya. Berikanlah tanggung jawaban itu setahap demi setahap, biar si anak sanggup menyanggupi dan menyenangi pekerjaan itu.
Suatu kebiasaan yang keliru pada orangtua dalam hal mendidik anak, yakni bahwa mereka seringkali sangat memperhatikan dan mengikuti emosinya sendiri. Tetapi sebaliknya emosi bawah umur justru kurang diperhatikan. Orangtua boleh saja murka kepada anak, akan tetapi jagalah supaya kemarahan yang ditetapkan dalam tindakan ibarat omelan dan eksekusi itu benar-benar sempurna untuk perkembangan jiwa anak. melaluiataubersamaini perkataan lain, marahlah pada ketika si anak memang perlu dimarahi.
Anak-anak yang sudah bisa berespon secara tepat, yakni anak yang sudah bisa berfikir dalam menlampaukan kepentingan pribadi. Dan anak ibarat ini sudah tinggal selangkah lagi kepada pemilikan rasa tanggung jawaban.
Pada hakekatnya tanggung jawaban itu tergantung kepada kemampuan, tidakbolehlah lantas kita menyampaikan bahwa anak yang berusia tujuh tahun itu tidak mempunyai tanggung jawaban, alasannya yakni tidak menjaga adiknya secara baik, sehingga si adik terjatuh dari atas tembok. Sesungguhnya anak yang gres berusia tujuh tahun tidak akan bisa melaksanakan hal ibarat itu. Jelaslah bahwa beban tanggung jawaban yang diserahkan pada seorang anak haruslah diubahsuaikan dengan tingkat kematangan anak. Untuk itu dengan sendirinya orangtua merasa perlu untuk lebih jauh mengenal ihwal kemampuan anaknya.
Dalam mempersembahkan anak suatu informasi ihwal hal yang harus dilakukan dan yang dihentikan dilakukan yakni sangat penting. Tanpa pengetahuan ini anak tidak bisa disalahkan bila ia tidak mau melaksanakan apa yang seharusnya ia lakukan. Namun untuk sekedar memdiberitahu secara lisan, seringkali tidak cukup. Orangtua juga harus bisa menunjukan dengan teladan bagaimana caranya melaksanakan hal tersebut, disamping harus dijelaskan alasan-alasan mengapa hal itu harus dilakukan, atau dihentikan dilakukan.
Biasanya kita cenderung untuk melihat rasa tanggung jawaban dari segi- segi yang konkrit, seperti: apakah tingkah lakunya sopan atau tidak; kamar anak membersihkan atau tidak; apakah si anak sering terlambat hadir ke sekolah atau tidak; dan sebagainya.
Seorang anak bisa saja berlaku sopan, hadir ke sekolah sempurna pada waktunya, tetapi masih juga membuat keputusan-keputusan yang tidak bertanggungjawaban. misal ibarat ini seringkali kita jumpai terutama pada bawah umur yang selalu mendapatkan instruksi atau petunjuk dari orangtua terkena apa yang mesti mereka kerjakan, sehingga mereka kurang menerima peluang untuk mengadakan evaluasi sendiri, mengambil keputusan sendiri serta membuatkan norma-norma yang ada dalam dirinya.
Rasa tanggung jawaban sejati haruslah bersumber pada nilai-nilai asasi kemanusiaan. Nilai-nilai tidak sanggup diajarkan secara langsung. Nilai-nilai dihirup oleh anak dan menjadi pecahan dari dirinya spesialuntuk melalui proses identifikasi, dengan pengertian lain, anak menyamakan dirinya dengan orang yang ia cintai dan ia hormati serta berusaha menjiplak mereka. misal hidup yang didiberikan
0 komentar
Posting Komentar